Rabu, 23 November 2011

Rahasia Kaum Falasha

Rahasia Kaum Falasha merupakan novel petualangan muslim yang menceritakan perburuan filolog—ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip—Muslim Indonesia, di bawah bayang-bayang Zionis.

Novel Rahasia Kaum Falasha
            Novel ini didasarkan pada sebuah riset selama 3 tahun yang dilakukan oleh penulisnya, Mahardhika Zifana. Di sampul belakang tertulis bahwa novel ini ialah novel petualangan Muslim pertama dalam sejarah kasusastraan Indonesia dengan kemasan memikat, merangkai fakta dan informasi tentang sejarah harta karun Nabi Sulaiman. Rahasia Kaum Falasha merupakan novel pertama dari Trilogi Battle for Solomon’s Treasure.

Lima Lembar Manuskrip Kuno
            Berawal dari ditemukannya lima lembar manuskrip—peninggalan tertulis masa lalu—kuno, tentang orang-orang Beta Israel (Kaum Falasha) oleh prajurit Angkatan Darat Amerika Serikat dari kesatuan Airbone Rangers, yang saat itu sedang bertugas di Somalia. Prajurit keturunan Afro-Amerika itu datang pada Indra untuk menjual manuskrip yang ia temukan. Ia menemui orang yang tepat, karena pekerjaan Indra adalah mencari barang-barang antik dan kuno dari berbagai penjuru dunia lalu menjualnya kembali.

            Indra mengira barang yang baru dibelinya itu hanya sebuah manuskrip biasa, ternyata tidak. Heri, salah seorang sahabat dekat Indra di Universitas Monash Australia. Secara tak sengaja melihat manuskrip itu di perpustakaan Indra saat akan meminjam buku. Sangat kebetulan karena disertasi Heri membutuhkan penelitian pada manuskrip-manuskrip kuno untuk menyingkap fakta sejarah.

            Manuskrip-manuskrip itu dibawa oleh Heri untuk ditanyakan pada seorang ahli arkeologi di Universitas Monash, Jack Towesend namanya. Jack Towesand memperkirakan manuskrip itu berasal lebih dari tiga ribu tahun. Jack memperlihatkan pada Moses Goldstein, seorang Yahudi yang tergabung dalam The Knights of Zion—perkumpulan Zionis paling rahasia yang konon sangat berpengaruh di dunia.

            Manuskrip itu menceritakan asal-usul Beta Israel yang sesungguhnya dan sebuah penemuan besar. Sebenarnya ini cerita lama yang sudah diketahui turun-temurun. Orang Beta Israel meyakini bahwa mereka adalah keturunan Menelik—putra Raja Sulaiman dan Ratu Saba. Ada juga yang meyakini bahwa Beta Israel keturunan suku Dan—satu dari sepuluh suku yang hilang sebelum bangsa Yahudi tercerai-berai. Sebagian kecil meyakini Beta Israel adalah orang-orang Yahudi yang lari dari Mesir ke selatan saat masa perbudakan Fir’aun. Beberapa ahli sejarah menyatakan bahwa Beta Israel merupakan anak cucu kaum Yahudi yang datang dari Yaman. Benar atau tidaknya beberapa pendapat di atas juga diulas dalam novel ini, tentunya dengan melihat isi manuskrip tersebut.

            Pada lembar pertama berisi kisah Menelik saat merawat dan memindahkan lokasi penyimpanan tabut perjanjian tanpa menyebut di mana lokasinya. Tabut itu berisi perjanjian Nabi Musa as dengan Allah di bukit Tursina beserta ukiran sepuluh perintah Allah. Lembar kedua dan ketiga menceritakan perjalanan Menelik ke tanah yang sekarang disebut Ethiopia. Tak ada masalah memang, namun masalah baru timbul di lembar keempat dan kelima, yang menceritakan lokasi penyimpanan dan menjelaskan kunci sebuah kuil yang lokasinya disamarkan oleh peta berwujud syair. Nach, kuil itulah tempat penyimpanan harta karun Nabi Sulaiman as dan tabut perjanjian yang hilang.

Orang yang Salah
            Sayangnya Heri menceritakan isi dari manuskrip itu pada Goldstein, padahal secara matematis Goldstein ingin menguasai harta tersebut. Salah satunya dengan meminta Indra dan Heri untuk membantu memuluskan rencananya, namun mereka enggan.

            Dalam usahanya untuk menolak permintaan Goldstein, Heri tewas karena berhasil dihabisi oleh anak buah Goldstein setelah sempat lari namun terjatuh karena tersandung. Sementara Indra berhasil lolos, lalu membakar manuskrip yang ada di lemari penginapannya agar tak jatuh pada orang Yahudi tersebut. Indra hafal terjemahan manuskrip dan membawa segitiga yang ditemukannya bersama Heri, oleh karenanya Indra-lah yang sekarang dicari oleh Goldstein beserta anak buahnya. Lebih-lebih, Goldstein juga memutar-balikkan fakta agar seolah-olah Indra yang telah membunuh Heri. Sekarang Indra menjadi buronan oleh pihak Goldstein dan Kepolisian.

Selalu Bernasib Baik
            Nach, beberapa paragraph di atas mencerminkan sumber dari segala masalah yang ada dalam buku Rahasia Kaum Falasha ini. Letaknya berada di bagian 36, halaman 215 sampai 228.

            Novel ini juga menegaskan tidak semua Yahudi itu Zionis dan berambisi mendirikan The Kingdom of Heaven di Israel seperti The Knights of Zion yang memainkan peran besar di dunia.  Buktinya ada The American Jews Alternatives for Zionism, organisasi ini aktif mengampanyekan penetantangan atas berdirinya negara Israel dan pembantaian manusia-masnuia tak berdosa di Palestina. Banyak diceritakan tentang beberapa kawan Yahudi yang bukan Zionis, dan mereka menyenangkan.

            Kelemahan buku ini adalah ketika jalan ceritanya banyak yang tidak irasional, salah satunya keberuntungan-keberuntungan yang selalu menaungi para tokoh ketika menghadapi suatu masalah besar, singkatnya para tokoh selalu bernasib baik. Sangat datar, mungkin karena bahasa yang digunakan penulis sangat sederhana dan kurang menggigit. Sehingga pembaca tidak merasakan konflik yang diusung penulisnya.

            Kelebihannya lebih pada konsep yang ditampilkan buku ini. Novel Rahasia Kaum Falasha bukan hanya bagus, melainkan juga berguna karena muatannya yang ensiklopedis. Hal itu menjadikan novel ini menghibur dan sekaligus member pengetahuan bagi para pembacanya. Novel ini menarik untuk dibaca oleh berbagai kalangan yang menginginkan pengetahuan serta hiburan baginya. 
Baca Selengkapnya...

Jumat, 04 November 2011

Ngangsu, Ngungsi, dan Siti

Susah, berat dan mahalnya mendapatkan air bersih pasca erupsi Merapi 2010.


Ilustrasi
Siti 43 tahun, penjaga salah satu penginapan di Kaliurang, kaki gunung Merapi. Badannya kurus, berkulit sawo matang, gaya bicaranya lucu, terlebih ketika menggunakan bahasa Indonesia. Terdengar cedal dan medok. Dari pakaianya tercium aroma yang khas, menandakan bahwa Ibu dari dua putri ini sering berada di dapur. Setelah erupsi merapi, wanita paruh baya ini terpaksa merelakan jatah pompa air pengganti yang seharusnya ia miliki, untuk dipasang di tempatnya bekerja.

          Sepulang dari barak pengungsian, permasalahan air menjadi permasalahan pelik bagi eks-pengungsi erupsi Merapi,. Saat itu saluran air yang biasanya disuplai PT. Arga Jasa mati total. Tak ada pilihan lain bagi Siti, kecuali menunggu hujan.

          Ngangsu—mengambil air dari mata air dengan gentong, gallon, jerigen, dll—di Telaga Putri juga sering dilakukan Siti dan tetangganya ketika mengetahui saluran air tak mengalir lagi . Bantuan dari pemerintah hanya berjalan beberapa bulan pasca erupsi. Antrian panjang ketika mobil tangki yang membawa air bersih datang sudah tak terelakan lagi, paling cepat Siti membutuhkan waktu tigapuluh menit. Ini khusus untuk dikonsumsi, lainnya tidak diperkenankan.

          Setelah tangki-tangki bantuan pemerintah habis masa kontraknya, Siti mulai gelisah. “Bantuan dari pemerintah itu cuma kontrak untuk beberapa bulan saja,”  kata Siti. PT. Arga Jasa sempat berjanji perbaiki saluran mati selama tiga bulan. Seiring waktu, janji itu hanya isapan jempol. Kabar yang santer beredar, ada batu besar yang membuat saluran macet. PT. Arga Jasa tak sanggup menanggung biaya untuk memecah batu itu.

          Hujan sudah jarang, namun Siti tak habis akal. Ia berusaha menyediakan air bersih di tempatnya bekerja. Satu-satunya alternatif adalah membelinya dari mobil tangki secara pribadi. Satu kali kirim 5.000 Liter, harganya berkisar antara Rp 50.000-70.000.

          Penduduk sekitar Kaliurang harus rela merogoh kocek lebih dalam untuk  urusan ini, termasuk Siti. Siti adalah pelanggan jasa tangki air tersebut, oleh karena itu dia sedikit mendapat keringanan biaya. “Kalau saya kan langganan, jadi cuma Rp 50.000 per tangki, kalau yang lain bisa 70.000,” Siti tertawa.

          Ngungsi, bukan hanya pas Merapi sedang bergejolak. Beberapa bulan pasca erupsi, Siti juga harus ngungsi ke sungai untuk sekedar mencuci baju. “Pokoknya hanya ngangsu dan ngungsi,” ceritanya.

          Kini untuk mencukupi kebutuhan air di penginapan yang ia kelola, Siti memang sudah tak repot lagi. Pasalnya sudah ada saluran air baru, walaupun tidak mengalir setiap saat seperti dulu. “Sekarang sudah ada saluran baru, tapi beda PT., bukan Arga Jasa lagi. Katanya biar rata, mengalirnya pas jam enam sampai sembilan pagi saja,” jelas Siti. Itupun sebenarnya jatah untuk rumah Siti—hanya warga asli Kaliurang yang mendapat jatah saluran—letaknya tak jauh dari penginapan yang ia kelola. “Saya rela saluran dipasang di sini, mau bagaimana lagi? Saya kerjanya di sini,” ungkapnya.

          Untuk keperluan sehari-hari di rumah, senenarnya Siti juga memerlukan air bersih. Mertuanya yang sakit stroke kini tinggal di rumah bersama suami, mertuanya membutuhkan sarana dan pra-sarana yang sehat. Salah satunya air, baik untuk dikonsumsi atau keperluan lain. Padahal jika ada tamu yang menyewa penginapan, ia harus meniggalkan segala urusan rumah. Mau tak mau semua urusan diserahkan suaminya.

          Siti hanyalah satu di antara seluruh penduduk lereng Merapi yang harus bersusah payah mendapatkan air bersih. Pegunungan identik dengan airnya yang melimpah, namun kini harus belanja untuk urusan yang satu ini. Bantuan pemerintah hanya sebatas kontrak bulanan, selebihnya tak ada lagi. Walau kini sudah mengalir, tapi intensitasnya tak seperti dulu lagi. Jarak antara berhentinya bantuan pemerintah dengan jadinya saluran baru adalah masa-masa dimana Siti harus bersusah-payah untuk mendapat air demi kelangsungan pekerjaannya sebagai pengelola penginapan. Besar harapan Siti agar saluran yang baru kembali mengalir 24 jam non-stop.#

Baca Selengkapnya...