Jumat, 23 November 2012

Tentang Hujan

Hujan bisa memberi kenangan manis pada manusia, namun tak sedikit juga yang harus menanggung kegetiran karenanya.

Kebanyakan manusia akan menjadi pujangga ketika perlahan-lahan hujan turun menyetubuhi bumi. Karya mereka beragam, mulai dari pantun, puisi sampai lagu yang sendu. Hasilnya juga bermacam-macam. Ada yang polos, menarik, bahkan juga menggelitik. Semuanya berkat hujan, semuanya berawal dari hujan.

Bayangkan sejenak, apakah kemarau dan panas yang merupakan perbandingan dari hujan bisa menimbulkan akibat yang sama seperti hujan? Sepertinya perlu telaah dalam untuk berkata iya. Aku sering berpikir tentang keunikan hujan yang satu ini, kehadirannya memang sangat dinantikan.

Prosesnya memang memilukan. Langit akan menjadi gelap karena mendung, setelah itu terlihat seperti menangis mengeluarkan air mata, jika terlalu banyak  pun bisa mendatangkan bahaya. Aku yakin karena sebab-akibat di atas, hujan selalu dianggap murung dan penuh kegelisahan. Padahal hujan penuh dengan cerita, dan di saat-saat itulah manusia akan benar-benar merasakan kehangatan sebuah pelukan. Mengharukan bukan? Bagiku sangat.

Sebelumnya aku selalu suka saat hujan tiba, karena anganku akan teringat diwaktu-waktu itu. Dimana ada tawa bersama, menikmati dentingan air hujan yang menyentuh atap tempat kita berteduh, sembari bertukar pandang sesering mungkin. Jika mulai mereda, kita nekat menerjang tanpa mantel, basah sedikit tak jadi soal, tapi itulah yang takkan terlupakan. Namun kini beda, dan sangat berbeda.

Kenangan itu justru membuatku semakin gundah, inginku berusaha melupakan. Namun entah kenapa aku selalu tak bisa, selalu kandas usahaku untuk menepis kegetiran yang aku rasakan kala hujan mulai datang. Tapi usaha ini akan terus aku lakukan sampai aku benar-benar terbebas dari memori yang tertinggal.

Agh, tampaknya aku terlalu terbuai oleh hujan. Maaf, maksudku bukan demikian. Kini saatnya untuk bergegas menjadi manusia yang hilang ingatan, asalkan tak sedikit pun kehilangan arah, komitmen, dan tujuan, juga hati nurani serta rendah hati dalam kesederhanaan.

Hujan akan tetap abadi, siklusnya saja yang mungkin akan mengalami fluktuasi. Tak jadi masalah ketika apa yang selama ini kita jalani tak bernasib sama dengan sifat hujan yang abadi.

Inilah hujan, biarkan ia tetap murung sampai reda. Tak perlu pelangi yang indahnya hanya sekejap di mata, hujan akan tetap menimbulkan dua sisi yang berbeda: keceriaan dan kegetiran. Beruntunglah bagi manusia yang tetap ceria ketika hujan turun perlahan, dan berusahalah menjadi ceria jika sampai saat ini masih ada manusia yang murung melihat hujan karena memori yang tertinggal.
Baca Selengkapnya...