Hujan bisa memberi kenangan manis pada manusia, namun tak
sedikit juga yang harus menanggung kegetiran karenanya.
Kebanyakan manusia akan
menjadi pujangga ketika perlahan-lahan hujan turun menyetubuhi bumi. Karya
mereka beragam, mulai dari pantun, puisi sampai lagu yang sendu. Hasilnya juga
bermacam-macam. Ada yang polos, menarik, bahkan juga menggelitik. Semuanya
berkat hujan, semuanya berawal dari hujan.
Bayangkan
sejenak, apakah kemarau dan panas yang merupakan perbandingan dari hujan bisa
menimbulkan akibat yang sama seperti hujan? Sepertinya perlu telaah dalam untuk
berkata iya. Aku sering berpikir tentang keunikan hujan yang satu ini,
kehadirannya memang sangat dinantikan.
Prosesnya
memang memilukan. Langit akan menjadi gelap karena mendung, setelah itu terlihat
seperti menangis mengeluarkan air mata, jika terlalu banyak pun bisa mendatangkan
bahaya. Aku yakin karena sebab-akibat di atas, hujan selalu dianggap murung dan
penuh kegelisahan. Padahal hujan penuh dengan cerita, dan di saat-saat itulah
manusia akan benar-benar merasakan kehangatan sebuah pelukan. Mengharukan
bukan? Bagiku sangat.
Sebelumnya
aku selalu suka saat hujan tiba, karena anganku akan teringat diwaktu-waktu
itu. Dimana ada tawa bersama, menikmati dentingan air hujan yang menyentuh atap
tempat kita berteduh, sembari bertukar pandang sesering mungkin. Jika mulai
mereda, kita nekat menerjang tanpa mantel, basah sedikit tak jadi soal, tapi
itulah yang takkan terlupakan. Namun kini beda, dan sangat berbeda.
Kenangan
itu justru membuatku semakin gundah, inginku berusaha melupakan. Namun entah
kenapa aku selalu tak bisa, selalu kandas usahaku untuk menepis kegetiran yang
aku rasakan kala hujan mulai datang. Tapi usaha ini akan terus aku lakukan
sampai aku benar-benar terbebas dari memori yang tertinggal.
Agh,
tampaknya aku terlalu terbuai oleh hujan. Maaf, maksudku bukan demikian. Kini
saatnya untuk bergegas menjadi manusia yang hilang ingatan, asalkan tak sedikit
pun kehilangan arah, komitmen, dan tujuan, juga hati nurani serta rendah hati dalam
kesederhanaan.
Hujan
akan tetap abadi, siklusnya saja yang mungkin akan mengalami fluktuasi. Tak
jadi masalah ketika apa yang selama ini kita jalani tak bernasib sama dengan
sifat hujan yang abadi.
Inilah
hujan, biarkan ia tetap murung sampai reda. Tak perlu pelangi yang indahnya
hanya sekejap di mata, hujan akan tetap menimbulkan dua sisi yang berbeda:
keceriaan dan kegetiran. Beruntunglah bagi manusia yang tetap ceria ketika
hujan turun perlahan, dan berusahalah menjadi ceria jika sampai saat ini masih
ada manusia yang murung melihat hujan karena memori yang tertinggal.
Baca Selengkapnya...