Sembari
duduk bersandar almari, suara televisi menemani aktivitasku
memainkan jemari di komputer lipat buatan Taiwan. Sedari siang tadi pikiranku
terus melayang dan terbayang pada suatu daerah di ujung barat daya propinsi
D.I. Yogyakarta. Tak terasa sudah dua hari aku telah meninggalkannya, daerah
dengan suasana yang nyaman kala malam datang menjelang. Aku tak tahu mengapa
aku begitu rindu akan hari-hari di Kalibuko 1—sebuah dusun yang aku sambangi
barang 30 hari yang lalu. Sepertinya segala sesuatu yang aku lakukan di dusun
itu begitu membekas jauh di sanubari.
Matahari terbit dari celah-celah bukit mampu membuka harapan baru bagi masyarakat Kalibuko 1. |
Angin Kalibuko 1 telah mengajari aku betapa nikmatnya kehangatan
kamar kost yang biasanya ku sebut panas, karena baling-baling kipas harus
berputar setiap aku ada di dalam ruangan 3x4 meter ini. Kesederhanaan
masyarakatnya begitu luar biasa, bagaimana bisa mereka bertahan dengan kondisi
geografis seperti itu jika tanpa keteguhan dan kebersihan hati? Indah sekali.
Sekolah menengah hanya ada di kecamatan. Tak ada angkutan
umum, hanya sebagian berkendaraan pribadi roda dua, selebihnya jalan kaki
berpayung terik mentari. Sungguh luar biasa tekad masyarakatnya untuk terus
berkembang.
Melimpahnya pohon kelapa di Kalibuko 1 membuat hampir
seluruh penduduk menyadap nira, biasanya mereka mneyebutnya nderes. Ada sebuah filosofi kehidupan
yang mendasar pada pekerjaan ini: ketika naik, mereka sadar betul suatu saat
harus turun lagi. Nilai ini selalu diabaikan oleh sebagian besar manusia,
ketika jaya manusia akan memanfaatkan segalanya demi ambisi dan tak menggubris
sekitarnya masih meringis menahan lapar.
Aku takkan cerita banyak tentang Kalibuko 1, itu hanya akan
semakin memperburuk kegalauan perasaanku, mengingat saat-saat tersebut
merupakan waktu yang istimewa sekali bagi pengalaman sekaligus pendidikan
mental.
Masa-masa itu memang telah kadaluwarsa, tapi begitu
berbekas. Sementara tugas berat menuju masa depan gemilang sudah menanti kapan
datangnya masa-masa bertoga, lalu kerasnya kehidupan telah menunggu tenaga dan
curahan pikiran kita.
Aigh, nampaknya aku lupa. Selama aku masih menjadi anak
kuliah—label mahasiswa sepertinya terlalu berat dipundakku—fungsi sosial-kemasyarakatan sebagai anak kuliah tak
boleh dianggap remeh: Lakukan apa yang kita bisa untuk mereka yang dirampas
hak-haknya. Selama rembulan masih berada di langit, selama itu pula keletihan
hanya akan menjadi candu dalam hidup kita.
Masa KKN juga selalu membekas di memoriku sampai sekarang. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari KKN. :)
BalasHapusWah, sekarang gantian pacarku yg KKN di sini, mas.. Syukur dech kalau tempat nya asyik. Kalau aku dulu KKN di Kec. Girimulyo, KP juga. Suka banget dengan langit malam di sana :)
BalasHapus