Rabu, 23 Maret 2011

Bonekmania, Mari Tinggalkan Kekerasan Menuju Persaudaraan

         Mendung yang menyelimuti langit Kota Sleman sore itu (20/3) tak sedikitpun menyurutkan nyali ribuan Bonekmania. Kelompok suporter asal Surabaya ini memang tergolong pendukung fanatik klub Persebaya 1927 yang berlaga di Liga Primer Indonesia (LPI). Apapun akan mereka lakukan untuk Persebaya 1927. Termasuk datang ke Yogyakarta yang hanya berbekal dengan keberanian, atas dasar itulah tak ayal mereka menamakan dirinya sebagai Bondo Nekat (bermodal nekat). 


          Keberadaan Bonekmania dinilai meresahkan kenyamanan publik, karena terkadang ulah para Bonek sudah tidak dapat ditolerir oleh masyarakat. Bagiku kelakuan menyimpang Bonek tak terlepas dari provokasi oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Saat mereka bergabung menjadi satu dalam lautan massa dan menamakan dirinya sebagai Bonekmania, saat itulah mereka sangat rentan dengan provokasi-provokasi yang menyesatkan.

          Bonek memang anarkis. Tapi di balik anarkismenya terdapat rasa kekeluargaan yang begitu kuat. Militansi Bonek untuk mendukung Persebaya tak perlu diragukan lagi. Selama sinyal wani tetap menjadi lecutan di hati. Selama salam satu nyali tetap terucap dari satu Bonek dengan Bonek, serta kelompok suporter lainnya. Selama itu pula Bonekmania akan tetap eksis. Bonekmania, mari tinggalkan kekerasan menuju persaudaraan.


Dua Bonek membentangkan spanduk sebelum menempelkannya di dinding stadion Maguwoharjo, Sleman (20/3).
Pemain Persebaya menggempur pertahanan Real Mataram.

Bonekmania menguasai separuh stadion Maguwoharjo yang berkapasitas 40.000 penonton.
 Selalu bernyanyi dan menari demi kemenangan Persebaya 1927
Laga sore itu berkesudahan 2-6 untuk kemenangan Persebaya 1927.
Bonekmania tak mengenal usia.
Panggil aku Bonekmania.
Meninggalkan kekerasan menuju persaudaraan.
Selama sinyal wani tetap menjadi lecutan di hati, selama itu pula Bonek takkan mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar