Rabu, 29 Juni 2011

Perjalanan Spiritual Iwan Fals dan Ki Ageng Ganjur

Pondok Pesantren Bukan Sarang Teroris* 


Kang Sastro dan Iwan Fals mengupas makna lagu yang baru selesai dinyanyikan.
              Selasa malam (31/05) suasana lapangan Djabalkat, Pondok Pesantren (Ponpes) Al Qodir, Cangkringan, Sleman, DIY tampak begitu berbeda dari biasanya. Ribuan orang memadati area tersebut, untuk menyaksikan konser Religi Iwan Fals dan Ki Ageng Ganjur dari Yogyakarta. Ki Ageng Ganjur sendiri adalah sebuah grup musik yang membawakan lagu-lagu religi, hampir keseluruhan dimainkan oleh santri-santri asuhan Dr. Al Zastrouw Al Ngatawi (Kang Sastro).

          Ponpes Al Qodir menjadi ponpes ke 53 dari 99 ponpes yang akan dikunjungi Iwan Fals dalam pertunjukan musik bertajuk Perjalanan Spiritual Iwan Fals dan Ki Ageng Ganjur ke Pondok Pesantren. Setelah pengajian akbar, dan dua santriwati menyanyikan beberapa lagu religi dengan iringan Ki Ageng Ganjur, Iwan Fals naik panggung disertai sambutan hangat oleh Orang Indonesia atau lebih akrab disebut OI (Penggemar Iwan Fals) yang sengaja hadir untuk menyaksikan performance idolanya. Selain menyanyi, Iwan Fals juga berdakwah dan berkampanye tentang islam itu adalah agama yang cinta akan kedamaian. “Pondok pesantren bukan sarang teroris, <span class="fullpost"> bukan basis NII, bukan pembenci agama lain, tapi dari sinilah kebudayaan dan intelektual itu tercipta”, kurang lebih begitu teriakan Iwan Fals dan langsung mendapat tepuk tangan meriah dari seluruh penonton yang hadir.

            Desa, Bung Hatta, Tanam-Siram, Bongkar, Bento, Hiyo, dan Cinta menjadi lagu pilihan yang dinyanyikan oleh Bang Iwan (sapaan akrab Iwan Fals). Tiga lagu terakhir merupakan hasil duet dengan Sawung Jabo. Karena penampilannya diiringi oleh Ki Ageng Ganjur, maka laagu-lagu yang dibawakan sengaja diaransemen ulang. Tapi justru dengan bungkusan baru, lagu-lagu tersebut terlihat lebih nikmat untuk didengar.

            Lagu pertama dengan judul Desa dinyanyikan khusus bagi penduduk setempat untuk menggugah semangat pasca tragedi bencana erupsi Merapi tahun lalu, terlebih peran desa selaku penyeimbang kota harus lebih diberdayakan lagi. Manakala timbul perbedaan pendapat, maka yang harus dilakukan adalah menghargai pendapat orang lain. Seperti yang tersirat dalam lagu berjudul Bung Hatta. Lagu ini juga memberikan pencerahan pada umat Islam sendiri untuk saling menghargai kepercayaan seluruh umat manusia, baik intern sesama muslim serta ekstern dengan pemeluk agama lain.

            Bukan hanya sebatas itu, dalam kesempatan ini Iwan Fals sengaja berkolaborasi dengan wayang golek yang dimainkan Ki Enthus Susmono. Ki Enthus dan Kang Sastro juga mengupas secara ringan makna dari lagu-lagu yang dibawakan Bang Iwan, seperti paragraf di atas mengenai makna lagu Desa dan Bung Hatta. Hadirnya wayang golek serta lawakan seputar permasalahan agama dan manusia dari keduanya menambah kemeriahan acara tersebut, tak ayal tingkah konyol dari golek-golek dan guyonan rakyat tersebut mengocok perut penonton.

            Tokoh golek itu antara lain Subur, Karno, Mr. Udud, SBY, AA Gym, Alm. Gus Dur, bahkan Mr. Barack Obama. Mr. Udud digambarkan sebagai seseorang yang gemar menghisap nikotin, kehadirannya sedikit merefleksi kembali tentang haramnya manusia menikmati rokok dengan uang halal hasil jerih-payah manusia itu sendiri. Sedang tokoh Karno merupakan gambaran dari seorang pemuda pengangguran yang sering menghabiskan waktunya untuk menikmati cairan alkohol, karena merasa ada sesuatu yang tak beres dari Karno, maka salah satu Da’i terkenal-pun hadir memberi pencerahan pada Karno untuk segera bertobat. Namun tak segampang itu Karno mematuhi perintah sang Da’I, karena ternyata Karno sendiri sudah mengetahui riwayat terkini Da’i tersebut. Menjadi mantan preman dan pemabuk akan lebih mulia daripada mantan Da’i merupakan inti dari percakapan mereka berdua. Pemimpin negeri yang selalu curhat pada rakyatnya juga turut memeriahkan penampilan golek malam itu, terlebih pemimpin tersebut juga terkesan sering mendapat setiran dari pihak luar. Dari semua permasalahan itu, kemudian hadirlah Alm. Gus Dur hadir untuk mengatakan satu kalimat yang mujarab “gitu aja kok repot” sebagai pencerahan tentang masalah yang tidak ditempatkan sesuai tatarannya. Seperti permasalahan besar yang disepelekan, tapi masalah sepele justru dibesar-besarkan.

            Penampilan Iwan Fals malam ini bukan sekedar konser biasa, berkat kolabrasi yang apik dengan beberapa pihak, pagelaran ini merupakan terobosan baru di bidang seni dan dakwah. Walaupun rambutnya sudah tak lagi hitam, namun semangatnya untuk tetap berkarya dan bermusik tetap membara. Bak selalu ada api dalam genggaman tangannya, yang sewaktu-waktu bisa beliau lempar ke arah ketidakadilan di negeri ini.

           Konser religi yang turut mengundang pemuka agama lain tersebut ditutup dengan menyanyikan sholawat bersama ribuan penonton. Di tengah realita kekerasan yang mengatasnamakan agama, dengan pesan damai Islam serta memprioritaskan akhlak sebelum syari'at, pagelaran ini hadir sebagai sebuah konser religi yang istimewa. </span>


* : Tulisan ini telah dimuat di buletin Keadilan Post (LPM Keadilan FH-UII) edisi Juni 2011. 

Foto Terkait:

Dari Balik kamera

Ini jempolku, Mana Jempolmu?

Bersatulah Jempol Orang Indonesia

Istimewanya Kolaborasi

Aku dan Sorot Lampu Panggung

Ada Cahaya di Antara Kami Bertiga

Teriakan-Tangisan


3 komentar: