Jumat, 04 November 2011

Ngangsu, Ngungsi, dan Siti

Susah, berat dan mahalnya mendapatkan air bersih pasca erupsi Merapi 2010.


Ilustrasi
Siti 43 tahun, penjaga salah satu penginapan di Kaliurang, kaki gunung Merapi. Badannya kurus, berkulit sawo matang, gaya bicaranya lucu, terlebih ketika menggunakan bahasa Indonesia. Terdengar cedal dan medok. Dari pakaianya tercium aroma yang khas, menandakan bahwa Ibu dari dua putri ini sering berada di dapur. Setelah erupsi merapi, wanita paruh baya ini terpaksa merelakan jatah pompa air pengganti yang seharusnya ia miliki, untuk dipasang di tempatnya bekerja.

          Sepulang dari barak pengungsian, permasalahan air menjadi permasalahan pelik bagi eks-pengungsi erupsi Merapi,. Saat itu saluran air yang biasanya disuplai PT. Arga Jasa mati total. Tak ada pilihan lain bagi Siti, kecuali menunggu hujan.

          Ngangsu—mengambil air dari mata air dengan gentong, gallon, jerigen, dll—di Telaga Putri juga sering dilakukan Siti dan tetangganya ketika mengetahui saluran air tak mengalir lagi . Bantuan dari pemerintah hanya berjalan beberapa bulan pasca erupsi. Antrian panjang ketika mobil tangki yang membawa air bersih datang sudah tak terelakan lagi, paling cepat Siti membutuhkan waktu tigapuluh menit. Ini khusus untuk dikonsumsi, lainnya tidak diperkenankan.

          Setelah tangki-tangki bantuan pemerintah habis masa kontraknya, Siti mulai gelisah. “Bantuan dari pemerintah itu cuma kontrak untuk beberapa bulan saja,”  kata Siti. PT. Arga Jasa sempat berjanji perbaiki saluran mati selama tiga bulan. Seiring waktu, janji itu hanya isapan jempol. Kabar yang santer beredar, ada batu besar yang membuat saluran macet. PT. Arga Jasa tak sanggup menanggung biaya untuk memecah batu itu.

          Hujan sudah jarang, namun Siti tak habis akal. Ia berusaha menyediakan air bersih di tempatnya bekerja. Satu-satunya alternatif adalah membelinya dari mobil tangki secara pribadi. Satu kali kirim 5.000 Liter, harganya berkisar antara Rp 50.000-70.000.

          Penduduk sekitar Kaliurang harus rela merogoh kocek lebih dalam untuk  urusan ini, termasuk Siti. Siti adalah pelanggan jasa tangki air tersebut, oleh karena itu dia sedikit mendapat keringanan biaya. “Kalau saya kan langganan, jadi cuma Rp 50.000 per tangki, kalau yang lain bisa 70.000,” Siti tertawa.

          Ngungsi, bukan hanya pas Merapi sedang bergejolak. Beberapa bulan pasca erupsi, Siti juga harus ngungsi ke sungai untuk sekedar mencuci baju. “Pokoknya hanya ngangsu dan ngungsi,” ceritanya.

          Kini untuk mencukupi kebutuhan air di penginapan yang ia kelola, Siti memang sudah tak repot lagi. Pasalnya sudah ada saluran air baru, walaupun tidak mengalir setiap saat seperti dulu. “Sekarang sudah ada saluran baru, tapi beda PT., bukan Arga Jasa lagi. Katanya biar rata, mengalirnya pas jam enam sampai sembilan pagi saja,” jelas Siti. Itupun sebenarnya jatah untuk rumah Siti—hanya warga asli Kaliurang yang mendapat jatah saluran—letaknya tak jauh dari penginapan yang ia kelola. “Saya rela saluran dipasang di sini, mau bagaimana lagi? Saya kerjanya di sini,” ungkapnya.

          Untuk keperluan sehari-hari di rumah, senenarnya Siti juga memerlukan air bersih. Mertuanya yang sakit stroke kini tinggal di rumah bersama suami, mertuanya membutuhkan sarana dan pra-sarana yang sehat. Salah satunya air, baik untuk dikonsumsi atau keperluan lain. Padahal jika ada tamu yang menyewa penginapan, ia harus meniggalkan segala urusan rumah. Mau tak mau semua urusan diserahkan suaminya.

          Siti hanyalah satu di antara seluruh penduduk lereng Merapi yang harus bersusah payah mendapatkan air bersih. Pegunungan identik dengan airnya yang melimpah, namun kini harus belanja untuk urusan yang satu ini. Bantuan pemerintah hanya sebatas kontrak bulanan, selebihnya tak ada lagi. Walau kini sudah mengalir, tapi intensitasnya tak seperti dulu lagi. Jarak antara berhentinya bantuan pemerintah dengan jadinya saluran baru adalah masa-masa dimana Siti harus bersusah-payah untuk mendapat air demi kelangsungan pekerjaannya sebagai pengelola penginapan. Besar harapan Siti agar saluran yang baru kembali mengalir 24 jam non-stop.#

2 komentar:

  1. sekarang udah musim ujan, mudah2an air di merapi bisa mengalir seperti biasa...

    BalasHapus