Kesatuan politik berangkat dari kebersamaan untuk merangkai sebuah tujuan awal yang mengesankan, hingga akhirnya tercipta sebuah keselarasan berpikir di antara para koleganya. Bahu-membahu bekerja untuk kelompoknya, dengan kamuflase demi rakyat semua. Namun sayang seribu sayang, jika telah tercipta suasana yang tak bersahabat lagi satu per satu akan melepaskan diri karena sakit hati. Banyak kolega yang tersakiti itu akan membuat sebuah tandingan untuk menunjukkan rasa sakit hatinya.
Saling mengumbar rasa, menyatakan Aku milikmu dan Kau milikku. Betapa indahnya dunia serasa saat itu, jangankan hanya dunia? Seluruh alam semesta ini serasa milik berdua. Sungguh disayangkan, jika telah terjadi sebuah prahara dalam cinta, tapi tiada keseimbangan antara rasa pengertian dan saling menghargai? Maka tercipta sakit hati, dan kemudian cinta itu melebur tersapu waktu. Hingga akhirnya berlabuh pada hati yang lain, dan hati yang berbeda. Karena itulah Panglima Tian Feng berkata, "itulah cinta, deritanya tiada akhir".
Pada intinya, sakit hati akan selalu muncul ketika rasa kecewa itu hadir dalam sebuah kehidupan berkelompok atau bersama. Bagaimana kita menjalaninya, menjaga hubungan dengan manusia lain secara harmonis dan sejalan dengan apa yang dikehendaki bersama. Ingatlah, kehendak bersama? Bukan kehendak ego individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar