Minggu, 16 Januari 2011

Tak Suka Bukan Berarti Harus Membenci

Sikap antipati terhadap grup musik pendatang baru muncul beberapa tahun terakhir ini, stigmatisasi buruk untuk sebuah karya musik bagaikan virus yang berkembangbiak di masyarakat. Awalnya sikap antipati tersebut berasal dari pikiran segelintir manusia, kemudian orang lain dengan sendirinya terpengaruh dengan pikiran tersebut, dan secara cepat merambat keseluruh lapisan masyarakat khususnya kaum muda.


          Masih ingat dengan Radja? Ya Radja. Menurutku grup band dengan empat personil itu merupakan korban pertama dari stigmatisasi buruk masyarakat. Tidak diketahui dengan jelas motif yang mendasarinya. Apa memang kualitas musik yang kurang? Atau hanya karena penampilan semata? Yang jelas, sikap anti-Radja gencar pada saat itu. Kemudian menyusul sebuah band melayu yang menamakan dirinya Kangen band. Beberapa lagunya memang sempat menjadi nge-hitz di radio, tak ayal menimbulkan sikap simpati dari masyarakat. Namun setelah melihat performanya secara langsung, sikap simpati berubah menjadi antipati yang berlebihan. Tahun 2010 lalu Pewee Gaskins juga tak luput menjadi korban stigmatisasi buruk itu, setelah sebelumnya Wali. Menyusul grup vocal Sm*sh yang dianggap sebagai plagiat secara sepihak oleh beberapa masyarakat, masyarakatpun mengklaim jika Sm*sh kumpulan manusia gay, tapi tanpa verifikasi yang akurat.

          Virus stigmatisasi buruk seperti itu kemudian menjadi sesuatu yang biasa. Karya orang dicela, padahal belum tentu si pencela bisa menciptakan karya yang lebih baik dari yang dicelanya. Boro-boro lebih baik, untuk menyamainya saja nafsanya ngos-ngosan.

          Sudahlah, biarkan mereka berkarya sesuai kemampuan maksimalnya. Kita memang mempunyai hak untuk menilai, tapi tak usah terlalu berlebihan. Ingat kawan! Tak suka bukan berarti harus membenci, tak suka bukan berarti sikap antipati, tak suka bukan berarti harus memusuhi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar